Serangan intervensi Saudi Arabia ke basis milisi Houthi di Yaman adalah
bentuk ekspresi dari dillema keamanan ganda (double-security dillema).
Dengan membawa kampanye anti milisi Syiah dan membantu pemerintahan
Mohammad Hadi yang sah serangan Saudi sebenarnya tindakkan negara tadi
menjaga posisi keamanannya sendiri.
Seperti pernah kita bahas beberapa waktu lalu, mengenai kebijakan Saudi
menekan minyak (oil) serendah mungkin di pasaran internasional rupanya
memang tidak dapat dilaksanakan sesuai rencana. Waktu itu pertanyaan
kita adalah apakah benar Saudi ingin memukul produsen Minyak Rekahan
yang murah di AS atau ia ingin menjatuhkan Iran dan Rusia dari segi
pendapatan di sektor energi.
Bila menggunakan pendekatan neo-realis maka sebenarnya tindakan Saudi
yang mengatakan akan terus menekan harga minyak meski turun sampai 20
dollar per barrel adalah anomali. Ini karena dengan menekan harga maka
Saudi melepas perolehan maksimum dan mereka harus menggunakan
tabungannya untuk menanggung resiko hilangnya "maximum gain" dari
penjualan minyak ini.
Bukan sifat orang Arab Saudi yang mau hidup susah dan karena alasan itu
kita memprediksikan tempo hari bahwa Saudi sedang memainkan strategi
dillema keamanan ganda.
Teori ini dikembangkan dari tulisan Tuan John Herz (Politica Realism and
Political Idealism) yang menulis bahwa keinginan meningkatkan tingkat
keamanan oleh satu negara dengan alasan adanya ancaman selalu
berkorelasi dengan meningkatnya ancaman itu sendiri. Menurut Herz, hal
ini cukup logis karena negara lain akan terusik untuk melakukan hal yang
sama. Intensi saling terusik ini yang akhirnya ia melahirkan istilah
dilema keamanan (security dilema).
Ancaman yang terus meningkat dan berkesinambungan ini dalam realitasnya
membutuhkan pembiayaan dan biaya besar ini diperoleh dari bisnis energi
sektor minyak. Negara2 Timur tengah seperti Arab Saudi dan Iran yang
menjadi produsen nomor dua dan tiga dunia memahami jika mereka di satu
sisi saling membenci tetapi mereka juga harus membangun kartel untuk
menentukan harga guna memperoleh maximum gain agar dapat menjaga posisi
politik, ekonomi, dan pembiayaan militernya (Robert Mabro).
Relasi antara kompetisi di segi keamanan dan kooperasi (kerjasama) di
segi kontrol harga minyak dan untuk menjaga dominasi kartel di antara
kedua negara yang saling bersaing inilah yang disebut dengan istilah
dilema keamanan ganda (duppelten Sicherheitdillema). Iran dan Saudi
selalu dalam bandul benci tapi rindu.
Manuver Saudi dengan meningkatkan produksi yang membuat harga minyak
kemarin sempat jatuh rupanya tidak dapat ditolong lagi telah membuat
negeri ini keteter dari segi pembiayaan keamanan. Dan Iran yang seperti
kita pernah tulis, telah terbiasa dengan embargo membuat mereka secara
logis mendukung kelompok milisi Houthi guna mendapatkan akses front
Yaman sebagai pintu pengaman ekspor minyak mereka ke pasar gelap Eropa.
Serangan invasi Saudi dengan beberapa negara teluk lainnya kepada milisi
Houthi dan milisi2 kelompok perlawanan untuk menjatuhkan pemerintahan
Hadi yang Pro Saudi sebenarnya adalah security action yang secara
langsung akan menaikkan kembali harga minyak dunia sekaligus diharapkan
akan menaikkan daya tawar mereka di regional.
Dengan serangan ini mereka berharap akan meningkatkan perolehan maksimum
dari minyak sekaligus menaikan kekuasaan maksimum dengan memainkan isu
sektarian Suni versus Syiah. Tentu peroleh ini juga akan meningkatkan
keuntungan Iran sebagai pendukung milisi Houthi.
Persoalannya adalah bahwa Saudi melawan kelompok-kelompok milisi yang
menjalankan perang asimetris dengan kekuatan gerilya yang bila kita
melihat kasus Suriah maka kemungkinan akan memakan waktu lama.
Bila melihat kemampuan Saudi dalam perang terbuka sebagai negara maka
Front Yaman dengan bentuk perang asimetrisnya akan membuat negara ini
menjadi negara paria, dan Saudi akan gagal di sana dan harga minyak akan
naik sedemikian rupa.
0 comments:
Post a Comment